Mengenai Saya

Foto saya
Bojonegoro, Jawa Timur, Indonesia
Dilahirkan dari Kakek dan Ortu seorang guru 49 tahun yang silam tepatnya 30 okt 59.menempuh pendidikan formal SD 71 SMP 74 SPG 77 Sarmud IKIP th 80 S1 86 Magister menejemen 96 di Jogyakarta.Pekerjaan gr SD 77 -80 Karyw. Cab Dinas Pendd 80 - 85 gr SPG 81 - 84 gr SMP 84 - 92 Ka sek SMP 93 - 2001 Ka sek SMA Kalitidu Bjn 2001 - 2008 Kasek SMA 3 Bjn 2008 - Mart 2009. Terpilih sebagai gr Teladan Nas. th 1992 dan mengikuti pendidikan pada Japan Foundation di Jepang th 1993 sebagai alumnus Japan Foundation Scholarship th 93 dan kini aktif sbg Ketua Takmir masjid Darul Fattah Bjn.bergabung dgn SNA Brain Based Support sejak 26 mart 09 dibawah pimpinan dr Obed.Berbagai pelatihan pengembangan bahan ajr, metode pembelajaran pengembangan kurikulum sekolah dan peletihan menejemen telah kami ikuti. Kesimpulan Saya pemerintah dan negara ini tak punya komitmen dan konsisten dalam penanaman investasi di bidang pendidikan apalagi setelah era OTODA terasa lebih megedepankan kepentingan kekuasaan sesaat. Semoga segera muncul politisi politisi yang NEGARAWAN.Kini kami diKaruniai tiga Orang putera dan puteri dari istri KHUSNUL KHOTIMAH yang sholehah dan sangat mensuport perjalanan hidup kami.

Jumat, 26 Juni 2009

Renungan ILLAHIYAH

dI POSTING dari tulisan Lukman Hakim Zuhdi

Abdullah bin Umar berkata, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Ridha Allah tergantung kepada ridha kedua orang tua dan kemurkaan-Nya terletak pada kemurkaan kedua orang tua.” (HR.Turmudzi)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) disebutkan, orang tua berarti ayah dan ibu kandung. Jika ditarik lebih luas, orang tua dapat pula diartikan orang lain yang dianggap tua, karena lahirnya lebih dulu dari kita. Selain itu, orang tua juga bisa dimaknai orang yang dihormati dan disegani masyarakat. Karena itulah kita mengenal istilah ‘sesepuh masyarakat’ yang sesungguhnya orang tua sebagai panutan. Dalam tulisan ini, penulis hanya ingin menyempitkan makna orang tua, yakni ayah dan ibu.

Menyoal hubungan antara orang tua dengan anak, biasanya yang muncul dua hal; bakti dan durhaka. Bakti artinya tunduk dan hormat kepadanya. Misal anak harus mengikuti perintah orang tuanya selama masih dalam batas yang diperbolehkan agama. Merawatnya, belajar secara serius dan orang tua 2menyenangkan hati mereka dengan membantu pekerjaannya termasuk wujud bakti. Singkatnya, anak mesti berlaku baik selama orang tua masih ada.

Di sisi lain, durhaka adalah ingkar terhadap perintahnya. Contoh si anak menolak mengerjakan sholat wajib lima waktu, padahal orang tuanya sudah menyuruh secara baik-baik. Lain waktu, kita sering menyaksikan dan mendengar berita bahwa seorang anak berani menyakiti hati orang tuanya, seperti anak yang memukul ibunya. Perbuatan yang demikian jelas ditentang agama Islam. Sedapat mungkin –sebagai anak—kita menghindari perilaku yang membuat orang tua murka.

Lalu, bagaimana caranya seorang anak menghormati orang tuanya yang sudah meninggal dunia? Meneruskan tradisi baik seperti menjalin tali silaturrahim dengan sahabat orang tua ialah cara yang diajarkan Rasulullah SAW. Selain itu, anak senantiasa mendoakan mereka. Sebaliknya, anak yang durhaka umumnya melupakan mereka. Setelah orang tuanya wafat, seakan anak merasa tidak punya tugas lagi. Padahal tidak demikian. Bagaimana pun, anak wajib dan tetap menghormati mereka dengan cara apapun yang mampu dilaksanakannya.

Kita menyadari, sifat dan pemikiran setiap orang tua jelas memiliki karakter tersendiri. Tak jarang, anak pun sering berbeda pendapat dengan mereka dalam menyikapi suatu persoalan. Namun dibalik semua itu, rasanya tidak ada orang tua yang mau menjerumuskan anaknya sendiri dalam lembah kesesatan. Jika kebetulan seorang anak memiliki orang tua yang suka merampok, cobalah tanyakan kepadanya, apakah kelak mereka mengharapkan buah hatinya akan meneruskan pekerjaan yang dilarang agama itu? Kiranya mayoritas dari mereka akan menjawab tidak.

Penulis yakin, keberhasilan dan kesuksesan yang kita raih saat ini salah satunya berkat doa dan nasehat orang tua. Oleh karena itu, janganlah sekali-kali kita menafikan, apalagi melupakannya. Bagi anak yang sedang merantau atau tidak tinggal serumah dengan orang tuanya, haruslah tetap berkomunikasi. Paling tidak untuk menanyakan kabarnya. Akan lebih baik lagi bila ada ‘sesuatu’ yang bisa diberikan oleh anak kepadanya secara rutin. Kendati sejujurnya orang tua tidak mengharapkan apa-apa dari anaknya. Bagi orang tua, anak yang sudah mampu menghidupi dirinya sendiri merupakan suatu kebanggaan.

Tak bisa dipungkiri, di situlah peran orang tua dalam membesarkan dan mendidik anak-anaknya begitu luar biasa. Jika ada orang tua yang memarahi anaknya, hal tersebut bukanlah karena mereka benci. Namun hakikatnya itulah bentuk kasih sayang yang dicurahkannya. Sayangnya, seringkali kita tidak menyadarinya. Cinta kasihnya nan tulus memang tidak dapat diukur dengan materi, mengingat. keberadaan mereka sangat menentukan masa depan buah hatinya. Bayangkan, seandainya seorang orang tua 1anak yang lahir ke dunia tanpa mengetahui siapa orang tuanya, tentu anak akan merasa minder dan malu dalam pergaulan masyarakat.

Beberapa pekan silam, penulis tanpa sengaja bertemu seseorang yang usianya diperkirakan lebih dari 60 tahun di sebuah halte bus. Sebelum pergi, pria ‘misterius’ itu mengatakan, kebahagiaan orang tua terletak pada empat moment; waktu anaknya lahir, ketika buah hatinya berhasil menyelesaikan masa studi, saat putra-putrinya menikah, dan tatkala anaknya mampu memberikan cucu. Sebagai catatan penutup, kiranya kita patut bertanya pada diri masing-masing. Apakah yang sudah kita lakukan untuk membahagiakan orang tua sebagai bentuk bakti kepadanya? Semoga bisa menjadi bahan renungan.***

.